Skip to main content Skip to main navigation menu Skip to site footer

Manajemen Risiko Berbasis Kelompok Sadar Bencana di Sulawesi Selatan

Risk Management Based on Disaster Awareness Groups in South Sulawesi

Authors
  • Muh. Iqbal Latief Sosiologi Fisip Universirtas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia
  • Sultan Djibe Sosiologi Fisip Universirtas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia
  • Arsyad Genda Sosiologi Fisip Universirtas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia
Issue       Vol 2 No 1 (2019): Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA)
Section       Articles
Galley      
DOI: https://doi.org/10.32734/lwsa.v2i1.611
Keywords: manajemen risiko bencana kelompok sadar bencana lingkungan Sulawesi Selatan
Published 2019-11-20

Abstract

Abstract
The flood disaster that struck the Province of South Sulawesi (South Sulawesi) at the end of January 2019, was the worst natural disaster in the past 20 (twenty) years. Of the 24 (twenty four) districts and cities in South Sulawesi, there are 6 (six) districts and cities experiencing very poor conditions, namely the Regencies of Jeneponto, Maros, Gowa, Takalar, Barru and Makassar. As a result of this disaster, tens of thousands of families lost their homes, property was destroyed, social facilities such as schools and houses of worship were also severely damaged and some were destroyed. Even more pathetic, because more than a hundred people died. This results from an imbalance of ecosystems causing serious problems. Community understanding of the need to maintain ecosystem balance is still very low coupled with the socioeconomic situation which makes the community more pragmatic. The problem is, how do you increase the awareness of the community in maintaining the balance of the ecosystem? And how to foster disaster-conscious attitudes and behavior for the community, especially in disaster-prone areas? Therefore, the writing of this article aims to comprehensively examine people's attitudes related to maintaining ecosystem balance and fostering disaster-conscious behavior in the community, especially in disaster-prone areas as an alternative to disaster risk management. The method used is qualitative with the type of case study studies. The selection of informants is done purposively and the data processed are primary and secondary. From the results of this study it was found, the increasingly severe environmental damage became the main trigger of natural disasters that occurred in South Sulawesi at the end of January 2019. This environmental damage, is dominant because of the very exploitative behavior of the community towards the environment. For example, what happened in Gowa district, the big floods that occurred because around the Jeneberang River and Bili-Bili Dam areas - sand mining activities have been going on for decades. Likewise, the Mount Bawakaraeng area, which used to function as a buffer against flooding, has long been deforested as a result of causing landslides whenever there is heavy rain. This condition also occurs in the districts of Jeneponto, Maros and others - these areas are vulnerable to heavy rainfall. To overcome this serious problem, one alternative is to form community groups that are aware of disasters. This strategy of forming disaster awareness groups, by combining approaches from above (government) and from below (the community)

 

Musibah banjir yang melanda Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) di akhir Januari 2019, merupakan bencana alam yang terparah selama kurun waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir ini. Dari 24 (dua puluh empat) kabupaten dan kota di Sulsel, ada 6 (enam) kabupaten dan kota mengalami kondisi sangat memprihatinkan yaitu Kabupaten Jeneponto, Maros, Gowa, Takalar, Barru dan Makassar. Akibat dari bencana ini, puluhan ribu keluarga kehilangan tempat tinggal, harta benda musnah, fasilitas sosial seperti sekolah dan rumah ibadah juga rusak berat dan ada yang hancur. Lebih mengenaskan, karena menimbulkan korban jiwa meninggal dunia lebih dari seratus orang. Hal ini akibat dari ketidakseimbangan ekosistem menyebabkan masalah yang serius. Pemahaman masyarakat tentang perlunya menjaga keseimbangan ekosistem, masih sangat rendah ditambah lagi dengan situasi sosial ekonomi yang membuat masyarakat makin pragmatis. Masalahnya, bagaimana cara meningkatkan kepedulian warga masyarakat dalam menjaga keseimbangan ekosistem? Dan bagaimana menumbuhkan sikap dan perilaku sadar bencana bagi masyarakat khususnya di kawasan yang rawan bencana? Karena itu, penulisan artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara komprehensif sikap masyarakat terkait dengan kepedulian menjaga keseimbangan ekosistem dan menumbuhkan perilaku sadar bencana di masyarakat khususnya di daerah-daerah yang rawan bencana sebagai alternatif manajemen risiko bencana. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan jenis kajian studi kasus. Pemilihan informan dilakukan secara purposif dan data yang diolah adalah primer dan sekunder. Dari hasil penelitian ini ditemukan , makin parahnya kerusakan lingkungan menjadi pemicu utama dari bencana alam yang terjadi di Sulsel akhir Januari 2019.. Kerusakan lingkungan ini, dominan karena perilaku masyarakat yang sangat eksploitatif terhadap lingkungan. Misalnya saja yang terjadi di kabupaten Gowa, banjir besar yang terjadi karena di sekitar kawasan Sungai Jeneberang dan Dam Bili-Bili – kegiatan penambangan pasir sudah berlangsung puluhan tahun lamanya. Begitu juga kawasan Gunung Bawakaraeng yang tadinya berfungsi sebagai penyangga banjir, karena sudah lama digunduli akibatnya menimbulkan longsor setiap ada hujan deras. Kondisi ini juga terjadi di Kabupaten Jeneponto, Maros dan lainnya – daerah-daerah ini rentan terhadap curah hujan yang besar. Untuk mengatasi masalah serius ini, maka salah satu alternatifnya dengan membentuk kelompok-kelompok masyarakat yang sadar bencana. Strategi pembentukan kelompok sadar bencana ini, dengan memadukan pendekatan dari atas (pemerintah) dan dari bawah (masyarakat)