Tafsir Sosial atas Bencana Banjir oleh Komunitas Tepi Hutan
Social Interpretation of Flood Disasters by Forest Edge Communities
Authors | ||
Issue | Vol 2 No 1 (2019): Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA) | |
Section | Articles | |
Section |
Copyright (c) 2019 Talenta Publisher This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NoDerivatives 4.0 International License. |
|
Galley | ||
DOI: | https://doi.org/10.32734/lwsa.v2i1.608 | |
Keywords: | komunitas tepi hutan bencana banjir | |
Published | 2019-11-20 |
Abstract
Abstract
As a forest edge community, Sidoasri Village, Sumbermanjing Wetan Sub-district, Malang Regency experienced many ecological changes since the implementation of Community Collaborative Forest Management (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat/PHBM) in early 2000s. This condition also triggers a change in disaster conditions. After the forestlands ultivated by the people, the flood becomes annually agenda. Using phenomenology approach, by interviewing and observing some informants, this paper describes that knowledge of disasters has changed. Villagers know that before implementation of PHBM disaster was trigerred by natural phenomena, however after PHBM implemented, they regard that the forest management created the flood. The forest edge community experience a dilemma; on the one hand utilizing forest can sustain their economic condition, but on the other hand, it creates disaster risk. Their knowledge related to external and internal conditions, obtained through ecological change and social interaction.
Sebagai komunitas tepi hutan, Desa Sidoasri, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang mengalami banyak perubahan ekologis sejak diterapkannya kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) pada awal 2000an. Kondisi ini juga memicu perubahan kondisi kebencanaan. Setelah lahan hutan digarap oleh warga, banjir menjadi agenda rutin yang hampir tiap tahun terjadi. Dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, dengan mewawancarai dan mengamati beberapa informan, tulisan ini menguraikan bahwa terdapat perubahan pengetahuan atas bencana oleh warga desa ini. Jika sebelum ada kebijakan PHBM bencana banjir dipicu karena ativitas alamiah saja, maka setelahnya, warga menyadari bahwa aktivitas pengelolaan hutan menjadi pemicu banjir. Warga tepi hutan ini mengalami dilemma; di satu sisi memanfaatkan lahan hutan dapat menopang perekonomian, namun di sisi lain justru menciptakan risiko bencana. Pengetahuan tersebut terkait dengan kondisi eksternal dan internal yang didapat melalui perubahan ekologis maupun interaksi sosial.