Analisis Model SIPABIO dalam Pemetaan Potensi Konflik Menjelang Pemilu Legslatif Tahun 2019 di Kabupaten Aceh
Conflict Potential Mapping in The Approaching of Legislative General Election 2019 in Aceh Region
Authors | ||
Issue | Vol 1 No 2 (2018): Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA) | |
Section | Articles | |
Galley | ||
DOI: | https://doi.org/10.32734/lwsa.v1i2.214 | |
Keywords: | SIPABIO Pemetaan Potensi Konflik Pemilu Legslatif | |
Published | 2018-12-10 |
Abstract
Kabupaten Aceh Tenggara merupakan daerah yang sering luput dari pemantauan konflik pemilu. Hal ini terlihat dari hasil pemantauan pemilu oleh beberapa lembaga yang menyatakan bahwa Aceh Tenggara tidak termasuk kedalam daerah rawan konflik. Sebaliknya, pemberitaan disejumlah media masa menuliskan konflik pemilu di Aceh Tenggara terjadi mulai dari tahun 20062017.Penelitian ini bertujuan untuk memetakan konflik pemilu yang terjadi di Aceh tenggara sepanjang tahun 2006-2017. Hasil pemetaan konflik ini dipergunakan untuk memproyeksikan potensi konflik yang mungkin muncul pada pemilu legislatif 2019. Penelitian ini pula menggunakan metode kualitatif dengan memantau media masa baik cetak dan elektronik serta mengunjungi langsung Kabupaten Aceh Tenggara untuk melakukan wawancara dengan pihak terkait. Data yang didapatkan dianalisis dengan menggunakan model SIPABIO (Source, Issue Parties, Attitude, Behavior, Intervention, and Outcome). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Aceh Tenggara merupakan daerah berpotensi konflik. Berdasarkan hasil pemetaan konflik model SIPABIO, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga pihak utama yang menjadi sumber konflik yaitu KIP Aceh Tenggara, Kepolisian, dan simpatisan masing-masing calon. Ketiganya dominan menunjukkan sikap non coercive action dengan melakukan intimidasi, money politic, dan demonstrasi. Meskipun potensi konflik relatif kecil, kewaspadaan dan tindakan preventif harus terus diupayakan untuk meminimalisir terjadinya konflik pada pemilu legislatif yang akan datang.
Southeast Aceh is a region which is often missed from general election conflict surveillance. This can be seen from the general election surveillance result of some institutions which stated that Southeast Aceh was not included into an area with high conflict possibility. On the other hand, the news from some of mass media stated that general election conflict in Southeast Aceh occurred since 2006-2017. This research aimed to map the general election conflict which happened in Southeast Aceh in 2006-2017. The result of the conflict mapping was used to project conflict potential which might happen in legislative general election 2019. This research used qualitative method by observing printed and electronic mass media and also including a visit to Southeast Aceh to interview the involving party. The data were analyzed using Source, Issue, Parties, Attitude, Behavior, Intervention, and Outcome (SIPABIO) model. The research result showed that Southeast Aceh was an area with conflict potential. Based on the SIPABIO conflict mapping result, it could be concluded that there were three main parties acting as the conflict sources; they were Southeast Aceh Central Information Commission (KIP), Police, and the supporters of the candidates. These three parties were dominant in showing non-coercive action behavior by doing intimidation, money-politic, and demonstration. Although the conflict potential was relatively low, alertness and preventive action must always be maintained in order to minimize the conflict possibility in the future legislative general election.