Skip to main content Skip to main navigation menu Skip to site footer

Pawang Hujan: Eksistensi dan Popularitasnya

Rain Charmer: Its Existence and Popularity

Authors
  • Junita Setiana Ginting Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Indonesia
  • Dicky Hendardi Girsang Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Indonesia
Issue       Vol 6 No 2 (2023): Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA)
Section       Articles
Galley      
DOI: https://doi.org/10.32734/lwsa.v6i2.1732
Keywords: Pawang Hujan Kearifan Lokal Populer Rain Charmer Local Wisdom Popular
Published 2023-02-06

Abstract

Praktik pawang hujan di Indonesia baru-baru ini kembali populer setelah pagelaran balapan MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Kompetisi besar tersebut tentu mendapat perhatian besar dari masyarakat lokal hingga Internasional. Sebelum pelaksanaan ajang tersebut dilakukan sebuah ritual “penolakan hujan” yang disiarkan melalui media-media televisi maupun streaming online, youtube dan sebagainya. Hal tersebut tentunya mempengaruhi pamor pawang hujan dan profesi ini menjadi perdebatan di masyarakat. Paradigma terhadap pawang ini dianggap kuno, mistis, dan tidak pantas ditampilkan di ajang bertaraf internasional tersebut. Sebagian berpendapat bahwa hal ini merupakan sebuah proyeksi kearifan lokal dalam kehidupan yang sudah sejak lama dilakukan oleh nenek moyang untuk mengatasi permasalahan. Masih banyak lagi jenis-jenis pawang dan bentuk praktik kebudayaan yang dipercaya dan dilakukan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Popularitas pawang hujan kemudian menjadi konsumsi publik di banyak media sehingga menjadi kebudayaan yang populer. Untuk itu, penelitian ini menjelaskan bagaimana eksistensi pawang hujan dan popularitasnya sebagai sebuah kebudayaan. Pada penelitian ini sumber data diperoleh dengan metode sejarah yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini diharapkan menjadi pandangan baru bagi masyarakat dan menjadi literasi tambahan dalam sejarah kebudayaan.

 

The practice of rain charmer in Indonesia has recently returned to popularity after the MotoGP race held in Mandalika, West Nusa Tenggara. This enormous competition indeed received significant attention from local and international communities. A "rejecting the rain" ritual broadcast through television and online streaming was carried out before the event, which affected the rain charmer's prestige. The popularity of the rain charmer then became public consumption in many media, so it became a popular culture. This profession has become a debate in society. People consider the paradigm of rain charmer old-fashioned, mystical, and inappropriate to be presented at this international event. Some argue that this is a projection of local wisdom in the life carried out by their ancestors for a long time to overcome problems. Many other types of charmers and forms of cultural practices are believed and carried out in the midst of Indonesian society. Therefore, this study explains the existence of the rain charmer and its popularity as a culture. The writers obtained the data sources using historical methods, namely heuristics, criticism, interpretation, and historiography. This research is expected to be a new societal perspective and become additional literacy in cultural history.