Ritual Erpangir Ku Lau dalam Perspektif Interdisipliner
Authors | ||
Issue | Vol 5 No 5 (2022): Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA) | |
Section | Articles | |
Section |
Copyright (c) 2022 Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social and Arts (LWSA) This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivatives 4.0 International License. |
|
Galley | ||
DOI: | https://doi.org/10.32734/lwsa.v5i5.1648 | |
Keywords: | ritual erpangir ku lau identitas kolonialisme identity colonialism | |
Published | 2022-12-31 |
Abstract
Ritual erpangir ku lau yang pernah terdisrupsi peristiwa kolonial, mengakibatkan munculnya permasalahan sosial budaya pada masyarakat pemiliknya. Dilatarbelakangi oleh lahirnya ICH movement pada tahun 2013, yang kemudian diikuti oleh lahirnya pelbagai kebijakan pemerintah Indonesia mengenai pemajuan kebudayaan khususnya adat istiadat dan ritual etnisitas, erpangir ku lau mengukuhkan kembali eksistensinya. Ini membuktikan bahwa ritual ataupun upacara adat adalah bagian dari hidup masyarakat, sekaligus juga merupakan cerminan pengetahuan lokal serta sistem sosial yang tidak dapat lepas dari kehidupan masyarakat. Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah metode penelitian kualitatif dengan sumber data diperoleh dari observasi, wawancara, artikel ilmiah, dan buku. Hasil analisis menyimpulkan bahwa nilai dan makna yang terkandung di dalam ritual-ritual adat etnis-etnis yang mendiami wilayah Indonesia, merupakan akar pembentuk identitas nasional dan sudah seharusnya direvitalisasi, termasuk erpangir ku lau. Diperlukan kajian-kajian kontemporer dari kaum intelektual terhadap ritual dan upacara adat guna mendukung semangat revitalisasi nilai dan makna pengetahuan lokal, agar dapat berdampak kepada permasalahan sosial budaya di masyarakat.
The erpangir ku lau ritual, which was disrupted by colonial era, resulted in the emergence of socio-cultural problems in the community that owned it. With the background of the presence of the Intangible Cultural Heritage (ICH) movement in 2013, which was then followed by various Indonesian government policies regarding the promotion of culture, especially customs and rituals of ethnicity, erpangir ku lau reaffirmed its existence. This proves that rituals or traditional ceremonies are part of people's lives, as well as a reflection of local knowledge and social systems that cannot be separated from people's lives. The method used in this article is a qualitative research method with data sources obtained from observations, interviews, scientific articles, and books. The results of the analysis conclude that the values and meanings contained in the traditional rituals of the ethnicities that inhabit the territory of Indonesia, are the roots of forming national identity and should be revitalized, including erpangir ku lau. Contemporary studies are needed from intellectuals on traditional rituals and ceremonies to support the spirit of revitalizing the value and meaning of local knowledge so that they can have an impact on socio-cultural problems in society.