Tantangan Dan Harapan Gugus Tugas Diversi dan Keadilan Restoratif Dalam Perlindungan Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum di Kota Medan
Challenges and Expectations of the Task Force for Diversion and Restorative Justice in the Protection of Children Conflicting with Law in the City of Medan
Authors | ||
Issue | Vol 1 No 1 (2018): Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA) | |
Section | Articles | |
Galley | ||
DOI: | https://doi.org/10.32734/lwsa.v1i1.156 | |
Published | 2018-10-17 |
Abstract
Penelitian yang berjudul Model Pendampingan Hukum Bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang didukung oleh DIKTI skim Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (PUPT). Pada tahun Pertama ini penelitian memiliki 3 tujuan, Pertama, menjelaskan situasi Pendampingan Hukum Bagi Anak yang berkonflik Hukum Di Kota Medan dan Deli Serdang sebelum penerapan UU No 11 Tahun 2012 Tentang SPPA. Kedua, menjelaskan situasi PendampinganHukum Bagi Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Di Kota Medan dan Deli Serdang setelah penerapan UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Menggunakan metode penelitian normatif empiris, penelitian ini melakukan pengumpulan peraturan hukum terkait, kasus terkait dan Wawancara Mendalam dengan 21 Informan (15 Perempuan dan 6 Laki-Laki) di Medan yang terdiri dari Aparat Penegak Hukum (APH) dan Organsasi Bantuan Hukum (OBH). Satu temuan penting penelitian ini adalah, pada tahun 2016, Pemerintah Kota Medan telah memiliki Gugus Diversi dan Keadilan restoratif berdasarkan SK Walikota No 463/384.K/III/2016. Keberadaan ini merupakan satu jawab dari hadirnya UU No 11 Tahun 2012 tentang SPPA yaitu pelaksanaan diversi dengan pendekatan Keadilan Restoratif. Berdasarkan hasil temuan sementara Peneliti, kehadiran Gugus Tugas ini tentunya memiliki tantangan yang berbanding lurus dengan harapan atas keberadaannya. Beberapa Tantangan Gugus Tugas ini, pertama tingkat pemahaman APH tentang Diversi dan Keadilan restoratif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 90,48% APH paham tentang diversi namun hanya 23,81% APH yang mengetahui keadilan Restoratif. Kedua, tingkat pengalaman APBH; Hanya 28,57% APH yang menyatakan pernah terlibat dalam penerapan diversi. Berdasarkan hasil penelitian sementara ini, Peneliti berharap pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah terutama kota Medan dapat menyusun dan melaksanakan sosialisasi program terkait diversi dan Keadilan Restoratif sehingga Perlindungan bagi Anak yang Berkonflik dengan Hukum dapat terpenuhi sesuai dengan peraturan yang berlaku
The study entitled Model of Legal Assistance for Children Against the Law in Medan City and Deli Serdang District, was supported by DIKTI in the Scheme of Higher Education Research (PUPT). In this first year, the research had 3 objectives. First, explaining the situation of Legal Assistance for Children in conflict with the Law in Medan City and Deli Serdang before the implementation of Act. No. 11 of 2012 concerning SPPA. Secondly, explaining the situation of Legal Assistance for Children Against Law in Medan City and Deli Serdang after the application of Act No. 11 of 2012 concerning the Child Criminal Justice System (SPPA). Using empirical normative research methods, this study collected related legal regulations, related cases, and in-depth interviews with 21 informants (15 women and 6 men) in Medan consisting of Law Enforcement Officials (APH) and Legal Aid Organizations (OBH). One important finding of this study was that, in 2016, the City of Medan Government had Cluster Diversion and Restorative Justice based on Mayor's Decree No. 463 / 384.K / III / 2016. This existence is an answer to the presence of Act No. 11 of 2012 concerning SPPA, which is the diversion implementation with a Restorative Justice Approach. Based on the research's temporary findings, the presence of this Task Force certainly had challenges that were directly proportional to the expectations of its existence. Some of the challenges of this Task Force were firstthe level of understanding of APH about Diversion and Restorative Justice. The results showed that 90.48% of APH understood about diversion but only 23.81% of APHs knew of Restorative Justice. Second, the level of experience of APBH; Only 28.57% of APH stated that they had been involved in applying the diversion. Based on the temporary results of the research, the researcher expected that the central and regional governments, especially the city of Medan, could formulate and carry out socialization programs related to diversion and Restorative Justice, so that the protection for children in conflict with law could be fulfilled in accordance with the applicable regulations.