Pergeseraan Bahasa Pakpak Dairi: Kajian Sosiolinguis
Pakpak Dairi Language Shift: Sociological Study
Authors | ||
Issue | Vol 1 No 1 (2018): Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA) | |
Section | Articles | |
Galley | ||
DOI: | https://doi.org/10.32734/lwsa.v1i1.153 | |
Keywords: | Sosiolinguistik pergeseran bahasa | |
Published | 2018-10-17 |
Abstract
Para ahli bahasa yang mencurahkan perhatiannya pada gejala kepunahan bahasa-bahasa minoritas, terutama bahasa-bahasa di negara-negara berkembang berkesimpulan bahwa sebab utama kepunahan bahasa-bahasa adalah karena para orang tua tidak lagi mengajarkan bahasa ibu kepada anak-anaknya dan tidak lagi secara aktif menggunakannya di rumah dalam berbagai ranah komunikasi (Grimes 2000 : 17). Jadi, kepunahan itu bukan karena penuturnya berhenti bertutur, melainkan akibat dari pilihan penggunaan bahasa sebagian besar masyarakat tuturnya. Penutur bahasa memilih tidak membelajarkan bahasa ibu kepada anakanaknya dan memilih tidak menggunakan cara aktif dalam ranah pertuturan di rumah. Selain itu, kepunahan sebuah bahasa juga ditentukan oleh tekanan bahasa mayoritas dalam suatu kawasan masyarakat multilingual. Memilih tidak menggunakan bahasa ibu dan menggunakan sebuah bahasa lain serta tekanan bahasa mayoritas merupakan tiga faktor penting penyebab kepunahan bahasa.Dalam konteks kebahasaan di Indonesia, yang multilingual, multietnis, dan multikultural, dengan intensitas kontak antara kelompok etnis yang satu dan yang lainnya cukup tinggi, persaingan kebahasaan tidak dapat dielakkan. Lebih-lebih lagi jika persaingan itu dihubungkan dengan perkembangan dan kemajuan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang begitu cepat dan menyeluruh pada hampir setiap kelompok lapisan masyarakat. Dengan menggunakan pisau analisis teori sosiolinguistik, penelitiaan ini ingin mengkaji bagaimana dan seberapa besar gejala pergeseran bahasa Pakpak Dairi (BPD) pada penuturpenuturnya. Sebab diasumsikan bahwa generasi muda penutur BPD bukan hanya sangat berkurang minatnya mempelajari BPD sebagai identitas kedaerahannya tetapi juga makin meningkatnya kecenderungan orangtua yang berasal dari keluarga satu suku untuk memilih memakai bahasa Indonesia (BI) sebagai alat komunikasi utama mereka di rumah. Hal ini mengindikasikan bahwa ranah pemakaian BPD di dalam rumah tangga lambat laun mulai tergeser oleh BI, yang berarti pula telah memicu terjadinya apa yang disebut ―pergeseran bahasa‖ (language shift).
Linguists who devote their attention to the symptoms of the extinction of minority languages, especially languages in developing countries, conclude that the main reason for the extinction of languages is that parents no longer teach mother tongue to their children and are no longer actively using it at home in various ways of communication (Grimes 2000: 17). So, the extinction is not because the speaker stopped speaking, but rather a result of the choice of language usage of the majority of the speech community. Speakers of languages choose not to teach their mother's language to their children and choose not to use active ways to communicate at home. In addition, the extinction of a language is also determined by the pressure of majority language in a multilingual community area. Choosing not to use mother tongue and using another language and also the pressure of majority language are three important factors that cause language extinction. In the language context in Indonesia, which is multilingual, multiethnic, and multicultural, the intensity of contact between one ethnic group to another is quite high. The linguistic competition is inevitable. Moreover, if the competition is related to the development and progress of Indonesian 4cand accelerated and comprehensive English language in almost every group of society. By using the analysis of sociolinguistic theory, this research tried to examine how and how much the symptoms of Pakpak Dairi (BPD) language shift on its speakers. Because it was assumed that the young generation of BPD speakers was not greatly reduced in their interest in studying the BPD as their regional identity, and there was an increasing tendency of parents from one ethnic family to choose Indonesian (BI) as their main communication tool at home. This indicated that the realm of the use of BPD in the household gradually began to be displaced by BI, which also meant that it had triggered the "language shift".