Penyelesaian Perkara Pidana Anak Melalui Diversi sebagai Bentuk Perlindungan Bagi Anak
Settlement of Child Criminal Cases Through Diversion as a Form of Protection for Children
Authors | ||
Issue | Vol 1 No 1 (2018): Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA) | |
Section | Articles | |
Galley | ||
DOI: | https://doi.org/10.32734/lwsa.v1i1.146 | |
Keywords: | perkara pidana anak diversi perlindungan anak | |
Published | 2018-10-17 |
Abstract
Ide Diversi pada awalnya dicanangkan dalam United Nation Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice atau dikenal dengan The Beijing Rules. Diversi merupakan pemberian kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan atau kebijaksanaan dalam menangani atau menyelesaikan masalah pelanggar anak dengan tidak mengambil jalan formal, misalnya dengan menghentikan atau tidak meneruskan/melepaskan dari proses peradilan pidana. Dengan diundangkan Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada tanggal 30 Juli 2012, dan mulai berlaku 2 tahun kemudian, maka Indonesia secara sah sudah memiliki suatu peraturan yang memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dengan salah satu metodenya adalah Diversi. Selanjutnya sebagai Peraturan Pelaksana dikeluarkannya Perma Nomor 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Anak, dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2015 tantang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 tahun. Pada prinsipnya Diversi dengan pendekatan keadilan restoratif untuk memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum untuk menghindari stigmatisasi terhadap anak serta diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan social secara wajar. Keadilan Restoratif adalah suatu proses dimana semua pihak yang terlibat dalam suatu perkara pidana bersama-sama menyelesaikan masalah serta menciptakan suatu kewajaran untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, anak dan masyarakat dalam upaya mencari solusi memperbaiki dan menentramkan hati dengan tidak berdasaarkan pembalasan.
The idea of Diversion was originally proclaimed in the United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice, otherwise known as The Beijing Rules. Diversion is the granting of authority to law enforcement officials to take action or policy in handling or resolving problems of child offenders by not taking a formal path, for example by stopping or not continuing / releasing from the criminal justice process. With the enactment of Act No. 11 of 2012 concerning the Child Criminal Justice System on 30 July 2012, and entered into force 2 years later, Indonesia has legally established a regulation that provides legal protection for children facing the law, with one of its methods called Diversion. Furthermore, as the Implementing Regulation, the issuance of Supreme Court Regualtion No. 4 of 2014 concerning Guidelines for the Implementation of Diversion in the Juvenile Justice System, and Government Regulation No. 65 of 2015 concerning The Guidelines for the Implementation of Diversion and Handling of Children Under 12 Years Old. In principle, Diversion with a restorative justice approach is to guarantee legal protection for children facing the law to avoid stigmatization of children and it is expected that children can return to the social environment fairly. Restorative Justice is a process where all parties involved in a criminal case together solve a problem and create a fairness to make things better by involving victims, children and the community in an effort to find solutions to improve and reassure by not responding to retaliation.