Perubahan Bunyi Bahasa Proto Austronesia ke Bahasa Gayo dalam Bingkai Literasi Budaya
Authors | ||
Issue | Vol 5 No 2 (2022): Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA) | |
Section | Articles | |
Section |
Copyright (c) 2022 Talenta Conference Series This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivatives 4.0 International License. |
|
Galley | ||
DOI: | https://doi.org/10.32734/lwsa.v5i2.1355 | |
Published | 2022-02-14 |
Abstract
Tulisan ini membahas kearifan lokal yang terdapat pada masyarakat Tapanuli Selatan sebagai salah satu bagian dari budaya yang telah ada sejak zaman dahulu yakni partuturan. Partuturan dilakukan masyarakat karena merupakan bagian dari ikatan adat dan budaya yang melekat pada masyarakat Tapanuli Selatan. Partuturan datang dari adat Dalihan Na Tolu yang telah dipegang teguh masyarakat sejak berabad-abad yang lalu hingga sekarang. Sebagai hasil, partuturan dilakukan pada sistem kekerabatan yang ada pada masyarakat Tapanuli Selatan, khususnya masyarakat Sipirok. Partuturan ini dilakukan dan menciptakan kerukunan antar umat beragama yang berbeda di wilayah ini. Kearifan lokal yang terdapat di dalam partuturan ini adalah saling menghormati, sopan santun, dan berpikir positif. Perubahan bunyi bahasa Proto Austronesia ke dalam bahasa Gayo adalah perubahan bunyi berdasarkan tempat, diantaranya perubahan aferesis, sinkop, apokop, proteses, epentisis, dan paragog. Tulisan ini menggunakan data lisan dan data tulisan. Pengumpulan data lisan dilakukan dengan metode cakap, yaitu percakapan peneliti dengan narasumber. Selanjutnya pengumpulan data tulisan dilakukan dengan data tulis/cakap dengan menyimak percakapan penulis dengan narasumber. Metode dan teknik analisa data digunakan dengan mengumpulkan 200 kosa kata, mengalihbahasakan ke dalam bahasa Gayo, dan mendeskripsikan macam-macam perubahan bunyi. Teori yang digunakan adalah kajian historis komparatif. Hasil yang ditemukan bahwa perubahan bunyi bahasa Proto Austronesia ke dalam bahasa Gayo menurunkan macam-macam perubahan bunyi berdasarkan tempat, yaitu perubahan aferesis, sinkop, apokop, protesis, epentesis, dan paragog.
The cultural literacy described in this paper is a study of the languages found in the base region of Indonesia, namely Aceh. The people of Aceh also have a diversity of regional languages. One of them is the Gayo language which is considered very phenomenal because of its unique phoneme, of course, it is very worthy to be put forward as a feature of national identity. The phonemes in Gayo language, of course, go through a linguistic process. How does the sound change from proto language into Gayo language. The change in sound is one of the markers of changes in the smallest elements in the language. Various types of sound changes can be described with various types of sound changes that are more focused on individual sound changes, namely solely questioning the proto sound without relating it to other phonemes in the environment it enters. Changes in the sound of the Proto Austronesian language into Gayo language are changes in sound based on place, including changes in apheresis, syncope, apocope, prosthesis, epentisis, and paragog. This study uses oral data and written data. The oral data collection was carried out by the proficient method, namely the researcher's conversation with the resource person. Furthermore, writing data collection is carried out with written/spoken data by listening to the author's conversation with the resource person. Data analysis methods and techniques were used by collecting 200 vocabularies, translating them into Gayo language, and describing various sound changes. The theory used is a comparative historical study. The results found that the sound change of Proto Austronesian language into Gayo language reduced various kinds of sound changes based on place, namely changes in apheresis, syncope, apocope, prosthesis, epenthesis, and paragog.