Skip to main content Skip to main navigation menu Skip to site footer

Literasi Budaya untuk Mencerdaskan Bangsa, Rekayasa Budaya untuk Pelestarian

Authors
  • Arthur S. Nalan Institut Seni Budaya Indonesia, Jl. Buah Batu No.212, Cijagra, Kec. Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat 40265
Issue       Vol 5 No 2 (2022): Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA)
Section       Articles
Galley      
DOI: https://doi.org/10.32734/lwsa.v5i2.1352
Published 2022-02-14

Abstract

Budaya senantiasa menjadi topik kajian yang menarik karena sudah menjadi ilmu yang dinamis. Para akademisi di kampus manapun, terutama kampus seni budaya dan Humaniora menjadikan budaya sebagai pengenalan, pemahaman, dan penghayatan terus menerus, hasilnya berupa kajian-kajian, aplikasi-aplikasi, skripsi, thesis, dan disertasi, juga buku-buku tentang budaya. Tradisi berbincang, berdiskusi, dalam kondisi pandemi sekarang ini melahirkan istilah Webinar (seminar melalui jaringan virtual), lebih efektif dan effisien. Literasi budaya merupakan pengetahuan kanonik yang terinspirasi oleh pemikiran Hirsh (1987) dipandang perlu dipopulerkan kembali meskipun sudah lama lewat. Pengetahuan kanonik ini sebenarnya dapat ditransformasikan kembali  secara essensial, untuk mendapatkan aktualisasi di masa sekarang. Literasi budaya menjadi penting didudukan untuk lebih dapat mengenali-memahami-menghayati budaya yang beragam milik bangsa Indonesia. Indonesia sebagai geopolitik tetap perlu dipahami terus menerus, juga Nusantara sebagai sebagai geokultural. Khususnya geokultural identik dengan Nusantara menjadi tawaran dan peluang untuk melihat kembali keragaman budaya, warisan tinggalan budaya untuk mengantarkan masyarakat kepada pola pikir dan pola tindak mencerdaskan bangsa. Sisi lainnya bahwa rekayasa budaya penting dipopulerkan kepada khayalak, karena menjadi manifestasi dari pola pikir dan pola tindak, di antaranya melewati rangkaian konservasi, rekonstruksi, revitalisasi, dan inovasi untuk membuka jalan ke arah pelestarian budaya.

 

Culture has always been an interesting topic of study because it has become a dynamic science. Academics in any University, especially the Arts and Humanities Sciences, make culture a continuous introduction, understanding, and appreciation. The results are in the form of studies, applications, articles, theses, and dissertations, as well as books on culture. The tradition of talking and discussing within the current pandemic conditions gave birth to the term webinars (seminars via virtual networks), which are more effective and efficient. Cultural literacy is canonical knowledge inspired by Hirsh's (1987) thought which needs to be popularized again even though it has long passed. This canonical knowledge can be re-transformed essentially to get actualization in the present. Cultural literacy is an important position to recognize, understand, and appreciate the diverse cultures of the Indonesian people. Indonesia as geopolitics still needs to be understood continuously, as well as the Archipelago as geocultural. In particular, geocultural is identical with the Archipelago as an offer and opportunity to look back at cultural diversity, cultural heritage to bring people to the mindset and pattern of actions to educate the nation. On the other hand, it is important to popularize cultural engineering to the public, because it is a manifestation of a mindset and a pattern of action, including through a series of conservation, reconstruction, revitalization, and innovation to pave the way towards cultural preservation.