Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Pada Koridor Kanal Tano Ponggol
Authors | ||
Issue | Vol 2 No 1 (2019): Talenta Conference Series: Energy and Engineering (EE) | |
Section | Articles | |
Galley | ||
DOI: | https://doi.org/10.32734/ee.v2i1.392 | |
Keywords: | Open Space Green Open Space Cana | |
Published | 2019-05-31 |
Abstract
Dahulu, Pulau samosir berada pada suatu daratan dengan Pulau Sumatera, berbentuk sebuah tanjung di danau Toba. Bagian paling sempit dari samosir adalah pangururan. Warga dulu menyeret perahunya agar berpindah dari sisi satu ke sisi lainnya, daripada harus memutari Samosir. Pada era penjajahan Belanda dibangunlah kanal sungai untuk mempertemukan kedua sisi danau toba, tanpa harus memutari samosir. Dengan adanya Kanal tersebut terputuslah samosir dengan daratan pulau Sumatera dan bisa dikatakan telah resmi menjadi sebuah pulau. Area pemotongan Samosir tersebutlah yang di kenal dengan sebutan Tano Ponggol. Sekarang ini tano ponggol merupakan sebuah koridor sepanjang 1.2 KM yang mempunyai potensi ditata Ruang Terbukanya. Penelitian ini mengkaji potensi dalam rangka membuat suatu konsep pengembangan ruang terbuka dan penataan vegetasi.
In the past, Samosir Island was on land with Sumatra Island, in the form of a promontory in Lake Toba. The narrowest part of Samosir is Pangururan. Residents used to drag their boats to move from one side to the other, rather than having to circle Samosir. In the Dutch colonial era, river canals were built to bring the two sides of Lake Toba together, without having to go around Samosir. With the existence of these canals, Samosir was cut off with the mainland of Sumatra and could be said to have officially become an island. The Samosir cutting area is what is known as Tano Ponggol. At present, no Ponggol is a 1.2 KM corridor that has the potential to be arranged by the Open Space. This study examines the potential to make a concept of developing open space and structuring vegetation.